#3 DEAL!

Sebelumnya di Good Night

Hari ini kantor nampak sangat sibuk. Orang-orang lalu lalang melintas di depan maupun di belakang meja kerja Oki. Meskipun Oki tak termasuk orang yang melintas ke sana kemari, tapi dilihat dari beberapa tumpukan dokumen yang ada sudah pasti saat ini Oki sedang tidak bisa diganggu. Fokusnya saat ini hanya ada pada pekerjaan yang ada di depannya. Tak menghiraukan beberapa chat yang masuk, tapi apa daya Oki tak dapat menghiraukan telepon di mejanya. Teleponnya berdering. “Hallo,” tanya Oki pada saat itu. Oki nampak mengangguk-anggukan kepalanya tanda mengerti meski raut wajahnya tampak tak sanggup lagi menerimanya. Setelah ia menyimpan kembali gagang teleponnya ke tempat semula, Oki mendengus kesal. Kenapa harus aku! Nasib-nasib! Oki mendesah. Tanpa ia sadari lelaki di sampingnya menyadari akan hal itu. Sambil terus mengerjakan pekerjaanya lelaki itu mengajak Oki bicara. “Kenapa Ki? Ada masalah?” Tampang Oki masih terlihat sama. Menyedihkan. “Hmm... biasalah, Pak Goro. Tumpukan kertas-kertas ini saja belum kelar, masa iya katanya harus selesai sebelum jam 12 habis itu harus ikut ke lokasi syutingnya segala. Bantu mengontrol proses syutingnya.” Tora pun menimpalinya dengan santai, tampaknya banyaknya pekerjaan yang dikerjakannya pun tak membuat Tora mengeluh “Cuma ngontrol aja kan?”. Oki pun menjawabnya dengan ketus. “Iye tetep aje aku pingin istirahat dulu kali Ra. Habis ngontrol pasti diminta laporannya kan? Huaahh...”

“Sabar Ki... Aku yakin kamu bisa melaksanakannya dengan baik. Lagian matamu itu kenapa tumben keliatan lebih sayu, lingkar matanya pun makin jelas. Begadang non?” tanya Tora sekarang sambil berputar bersama kursinya menghadap Oki. Tapi Oki “Hah? oh, itu? Itu gara-gara aku keseringan bangun malam” jawab Oki sambil mendelete beberapa huruf yang salah pada monitor komputernya. “Wah hebat! Sholat tahajud?” tanya Tora  dan Oki menjadi gelagapan dibuatnya. “Eh, bukan. Bukan karena itu. Tapi..mmm, tapi kadang-kadang gitu sih. Aku cuma kebangun kalau ada sesuatu yang berbunyi. Heheee” Mendengar jawabana Oki, Kening Tora mengerut. Mungkin Tora sedikit tak mengerti apa yang dimaksud dengan ‘sesuatu yang berbunyi’ seperti yang dikatakan Oki. Tapi Tora tak menghiraukannya. Sebelum kembali fokus kepada monitor di depannya ia menyemangati Oki. “Oke, Semangat!” ujar Tora sambil mengembangkan senyum termanisnya. Oki tak mengira Tora akan membahas sampai ke arah situ. Bukan karena Oki tak mau menjelaskan status dalam dirinya. Tapi Oki tetap konsisten pada privacy-nya dengan Karlan, begitu pula dengan Karlan. Tapi Oki merasakan sesuatu hal yang berbeda ketika Tora memamerkan senyumnya. Ah, Kalau dilihat-lihat senyumnya itu... manis sekali. Tak kalah manis dengan senyum dia. Oh, Karlan!
###

Waktu terasa sangat singkat hari ini. Seakan-akan matahari sudah tak sabar untuk kembali ke tempatnya terbenam. Wajah Oki sudah sangat berantakan ketika ia kembali lagi ke kantor setelah selesai mengontrol proses syuting bersama Pak Goro. Padahal waktu itu Mas Hajima mengajak Oki untuk pulang bersama karena mereka satu arah, tapi sayangnya Oki harus menolak tawaran tersebut. Tasnya ia tinggalkan di meja kerjanya. Shit! Kenapa coba tadi gak dibawa sekalian! Oki berdiri sendiri di dalam lift menunggu pintunya terbuka di lantai 31 dan ketika terbuka ia langsung melesat ke arah mejanya dan tersadar ternyata masih ada orang disitu. Keduanya sama-sama tampak terkejut kemudian mengajukan pertanyaan yang sama bersamaan pula. “Loh Oki?”. “Loh Tora? Masih di sini?”. Tora pun menjelaskan pekerjaannya baru saja selesai dikerjakan. Tora adalah tipe lelaki yang tidak pernah mau menunda-nunda pekerjaan. Meskipun deadline besok siang, ia ingin pekerjaannya cepat selesai. Dan tanpa ada paksaan Oki pun dengan mdahnya memberi nilai plus pada Tora. Setelah Tora menjelaskan masalah keterlambatannya pulang, dia pun bertanya kepada Oki mengapa dia harus kembali lagi ke kantor. Oki pun bercerita bahwa tas nya ia tinggal ketika akan berangkat ke tempat syuting. Jadi dia harus kembali ke kantor untuk mengambil tasnya. Tampak sekali raut kekesalan di wajahnya. Tapi herannya Tora malah membalasnya dengan senyuman itu lagi. Senyuman yang bisa membuat seluruh wanita pingsan seketika. Bahkan Oki pun harus berpegangan pada kursinya agar ia tak pingsan di depan Tora. Aiiiih, kenapa hari ini Tora harus tersenyum terus. Aku baru sadar dia hobi sekali tersenyum. Hampir sama dengannya. Karlan, I miss you.

Sambil berjalan menuu lift, Tora bertanya pada Oki. “Ki, kau sudah makan?” Oki pun menggeleng-gelengkan kepalanya disusul dengan jawabannya sambil memegang perutnya “belum, tapi aku sangat lapar sekali.” Kemudian Tora menawarkan diri untuk mengajaknya dia pergi. “Mau makan denganku?” Oki pun menjawabnya sambil mengetik beberapa kata di ponselnya. Dan Tora pun tak memedulikan apa yang sedang dikerjakan Oki. Dia hanya menatap lurus lift, berharap untuk segera terbuka. “Boleh. Tak enak rasanya kalau aku harus makansendirian di rumah nanti.” Ketika Oki selesai menjawabnya Tora dengan gesit menimpalinya. “Oke. Mau makan apa kita?” Oki pun tak kalah cepat membalasnya tanpa menghiraukan posisi Tora yang tepat ada di sampingnya. Oki benar-benar sedang sibuk membalas satu persatu chat yang masuh seharian ini. “Apa sajalah yang penting nasi!”. Pintu lift pun terbuka.
###

Bukan lagi lagu-lagu barat yang terdngar di tempat itu. Tapi lagu-lagu jawa telah merajai beberapa jalan di sekitar Oki dan Tora. Mendengar lagu tersebut malah mebuat Oki semakin tak bergairah. Tora pun berinisiatif untuk mengajaknya berbicara.  “Hei, kenapa masih lemas begitu? Di depan kita sebentar lagi juga muncul nasi goreng super enak super jumbo. Kenapa? Aku siap kok mendengarkan ceritamu. Barangkali aku bisa membantumu?”

Sambil sesekali menyesap teh yang disuguhkan mbaknya, Oki menanggapinya pelan. “Aku perlu ide nulis buat minggu ini. Tapi karena kali ini waktuku tersita lebih banyak di kantor, jadi aku tak bisa mendapatkan beberapa referensi yang aku butuhkan setiap menulis”

“sebentar, menulis? kamu suka menulis? menulis apa?” Wajah Tora tampak sangat terkejut ketika Oki selesai menceritakan semuanya. “Ahh, “ jawab Oki pendek. Tampak sekali Oki malas untuk menjelaskan semua itu. Akhirnya Oki pun menjelaskan bahwa dirinya telah dikontrak untuk mengerjakan sebuah rubrik pada sebuah media cetak. Deadlinenya adalah setiap minggu malam. Oki harus selalu mengirimkan sebuah artikel. Oki menjelaskan kesenangannya dalam menulis bisa mengalahkan apapun yang mengganggunya. Tapi inilah bagian yang tersulit ketika Oki memadatkan jadwal kerja kantor dan menggabungkannya dengan menulis. Tapi inilah konsekuensi yang telah Oki ambil. Oki menyukai seluruh pekerjaanna meskipun melelahkan. Kemudian secara spontan Tora bertepuk tangan dengan agak heboh yang mengakibatkan Oki merasa sedikit illfeel melihatnya.

“Keren banget Ki! Keren! kata Tora sambil memberikan dua jempol tangannya ke arah Oki. Dan Oki hanya tersenyum simpul sambil melahap nasi goreng yang benar-benar super jumpo dihadapannya. Tak lama kemudian Tora mengajukan sesuatu. “Kau kan butuh ide menulis, bagaimana kalau besok  kau ikut aku ke suatu tempat”
“kemana? Tanya Oki. Meskipun Oki sudah cukup yakin terhadap Tora. Tapi Tora masih terlalu asing buat Oki. “Ada deh, tar juga kamu tahu” jawab Tora sambil memasukkan sesendok penuh nasi ke dalam mulutnya. “Serius nih bisa buat ide-ide di kepalaku bermunculan?”
“Dijamin!” jawab Tora.
“Oke kalau begitu, DEAL”
“DEAL!”
###

  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lalat Dalam Kesehatan ???

Mimpimu, cita-citamu bercerita.. ^^

Pratugas day 24