#2 Good Night

Sebelumnya di Ciliata Renaoki

Kring... kring...
Tampak seberkas cahaya dalam kamar yang gelap itu diiringi suara panggilan telpon. Ah, dari laptop lebih tepatnya. Sepertinya ada panggilan video call. Oki yang sedang terlelap pun berusaha untuk bangkit dari tidurnya. Meraba-raba benda-benda yang ada di sekitar tempat tidurnya. Oki mengerang. Ah, jam berapa sekarang? Oh, jam 1 pagi. Oki pun berhadapan langsung dengan laptopnya yang terus berdering. Oh, kamu... Oki menekan tombol answer..

“Hai sayang...” sapanya dari sana. “Hai...” Jawab Oki sambil menguap. “Hei, kenapa wajahmu merenggut begitu. Ada masalah di kantor? atau tulisanmu belum selesai?”

“Aku baru tidur satu jam Karlan. Tapi itu mungkin bisa menjadi alasan salah satunya. Aku belum sempat menulis apapun untuk deadline minggu ini.” Oki berupaya menjelaskannya dengan santai. Tapi tanggapan yang diterimanya tak begitu. Lelaki yang nampak dalam laptopnya terlihat cukup cemas. Cemas yang tetap terlihat keren. Karlan cukup keren di mata Oki, setidaknya begitu. “Sayang... aku kan sudah bilang. Kamu gak usah pilih keduanya. Pilih saja apa yang lebih kamu sukai. Jadi-“ ucapan Karlan terpotong oleh Oki yang langsung saja menyambarnya. “Tapi aku suka keduanya Karlan...”. Terdengar helaan napas panjang dari sana. Wajahnya mulai terlihat tak mengenakkan meski masih terlihat tampan. “Kau masih saja tak bisa memanggilku lebih mesra dari itu. Padahal kita sudah hampir tiga tahun bersama.” Oki baru menyadari kesalahannya. Tapi sedikitpun Oki tak mau meminta maaf. Oki ingin Karlan mengerti dirinya lebih dari ini. Dalam hal ini Karlan memang lebih sering mengalah. Itu lah yang membuat Oki menyukai Karlan. Karlan lebih dewasa dibanding dirinya. Mungkin karena umur Karlan terpaut 3 tahun lebih tua dibandingkan Oki.

Oki  menatap Karlan dengan senyum imutnya. “Ah, kau seperti tak kenal aku saja. Bukankah dulu kau yang bilang bahwa kau mencintaiku karena aku berbeda. Karena aku cuek?” Oki mengedip-ngedipkan matanya berusaha centil. “Tapi bukan cuek ini yang ku maksud. Ah, yasudahlah... tak perlu lagi dibahas. Lagipula kau kan tak pernah mau mengalah.” Aku mungkin tak pernah mau mengalah berbicara dengamu. Tapi entah kamu sadari atau tidak aku sudah mengalah untuk merelakanmu pergi. Aku mengalah demi cita-citamu. Demi keberhasilanmu aku berani menunggumu. Itulah ungkapan hati Oki jika saja dia mampu berbicara pada Karlan. Tapi Oki tahu hal ini hanya akan membuat Karlan semakin tak karuan disana. Oki pun menyimpannya baik-baik di lubuk hatinya. Sambil terus bercanda bersama orang yang disayanginya, akhirnya satu jam pun tak terasa lama bagi mereka. Karlan sadar Oki perlu istirahat karena di tempatnya matahari sudah mulai meninggi sedangkan Oki sedang dalam kegelapan. Karlan tak mau orang yang disayanginya jatuh sakit karenanya. Maka setelah satu sama lain saling berpamitan, karlan berpesan “Oya, dan satu lagi. Kau boleh mengedip-ngedipkan matamu di depanku. Tapi hanya di depanku. Tidak pada orang lain. Oke!” Dan yang di beri pesan berusaha menahan tawanya. “Kau lucu sekali Karlan. Tapi aku berjanji. Kedipanku ini hanya untukmu”.

Video call itu pun terputus. Oki menutup laptopnya dan langsung menjatuhkan dirinya kembali ke atas tempat tidurnya. Ah, pikirannya terasa lebih ringan.
###

Lelaki tinggi semampai itu sedang merapikan buku-buku yang berserakan di meja. Kertas-kertas tugas yang telah diselesaikannya pun sudah masuk ke dalam tas-nya. Kamarnya sudah rapi kembali, dirinya sudah siap berangkat ke kampus. Tapi dia menatap komputer yang masih menyala. Dia teringat seseorang. Seseorang yang ia tinggalkan. Seseorang yang mampu membuatnya terus bersemangat meski hidupnya di negeri orang ini carut marut karena ia harus membiayai hidupnya sendiri di sana. Dia meraih kursi dan duduk di depan monitor  komputernya. Lelaki berwajah bersih itu membuat panggilan. Skype. Panggilan pertamanya telah terhubung, namun belum juga diangkat. Panggilan keduanya pun sama. Ah, dia pasti sedang tertidur lelap. Mungkin aku akan mencobana sekali lagi. Jika dia tak juga mengangkatnya mungkin lain kali akan ku coba lagi. Panggilan ketiga pun terhubung, sampai akhirnya dia mulai menyerah panggilan pun diterima. Dan lelaki itu tampak bersemangat kemudian menyapanya.

“Hai sayang...” sapanya penuh semangat. “Hai...” Jawabnya sambil menguap dari sana. Oki, kau tetap menggemaskan seperti biasanya meskipun tampilanmu sangat berantakan. Hei, tapi ada yang lain dengan wajahnya. Lebih pucat dari biasanya. “Hei, kenapa wajahmu merenggut begitu. Ada masalah di kantor? atau tulisanmu belum selesai?” tanya lelaki itu begitu cemas.

“Aku baru tidur satu jam Karlan. Tapi itu mungkin bisa menjadi alasan salah satunya. Aku belum sempat menulis apapun untuk deadline minggu ini.” Perempuan itu berupaya menjelaskannya dengan santai. Tapi tanggapan yang diterimanya tak begitu. Lelaki yang bernama Karlan ini nampak sedikit khawatir. Apa aku bilang. Kau terlalu memaksakan diri! Akutak suka melihatmu kelelahan yang begitu berlebih. Itulah kata-kata yang ingin sekali dia ucapkan kepada perempuan itu. Tapi dia terlalu menyayanginya hingga tak mampu berkata seperti itu di depanya. Karlan pun mulai menasihatinya kembali secara halus. “Sayang... aku kan sudah bilang. Kamu gak usah pilih keduanya. Pilih saja apa yang lebih kamu sukai. Jadi-“ ucapan Karlan terpotong oleh Oki yang langsung saja menyambarnya. “Tapi aku suka keduanya Karlan...” Terdengar suara Oki yang begitu manja. Wajahnya yang berantakan semakin kacau ditambah dengan bibirnya yang semakin menyusul hidungnya. Karlan pun menghela napas panjang. Kau masih saja tak bisa memanggiku dengan ucapan-ucapan mesra. Kamu memang beda, terlalu berbeda. Karena itulah aku menyukaimu. “Kau masih saja tak bisa memanggilku lebih mesra dari itu. Padahal kita sudah hampir tiga tahun bersama.” Oki baru menyadari kesalahannya. Tapi sedikitpun Oki tak mau meminta maaf.

Oki  menatap Karlan dengan senyum imutnya. “Ah, kau seperti tak kenal aku saja. Bukankah dulu kau yang bilang bahwa kau mencintaiku karena aku berbeda. Karena aku cuek?” tampak jelas dari monitornya Oki mengedip-ngedipkan matanya berusaha centil menggoda Karlan. “Tapi bukan cuek ini yang ku maksud. Ah, yasudahlah... tak perlu lagi dibahas. Lagipula kau kan tak pernah mau mengalah.” Kau memang tak pernah mau mengalah berbicara denganku tapi aku tahu kamu mengalah lebih besar dari itu. Berkorban banyak demi diriku. Maafkan aku belum bisa menemanimu. Itulah ungkapan hati Karlan  jika saja dia mampu berbicara pada Oki. Meski Karlan tak mapu berbicara sejauh itu, Karlan berjanji pada dirinya sendiri setelah kuliahnya selesai ia akan segera kembali ke Indonesia, menjemput Oki. Sambil terus bercanda bersama orang yang disayanginya, akhirnya satu jam pun tak terasa lama bagi mereka. Karlan sadar Oki perlu istirahat karena di tempatnya matahari sudah mulai meninggi sedangkan Oki sedang dalam kegelapan. Karlan tak mau orang yang disayanginya jatuh sakit karenanya. Maka setelah satu sama lain saling berpamitan, Karlan berpesan “Oya, dan satu lagi. Kau boleh mengedip-ngedipkan matamu di depanku. Tapi hanya di depanku. Tidak pada orang lain. Oke!” Mendngar pesan Karlan barusan hampir saja Oki tak mampu menahan tawanya. Ini pesan lucu yang kesekian kalinya yang diberikan Karlan untuk Oki. Tapi Oki menyadari hal itu memang kecil tapi mungkin berarti untuk Karlan. Oki pun menanggapi pesan Karlan mamsih dengan tawa yang tertahan. “Kau lucu sekali Karlan. Aku berjanji. Kedipanku ini hanya untukmu”.  Dan Karlan merasakan ketenangan di dalam batinnya. Pikirannya pun jauh lebih ringan. Hal ini sangat baik untuknya. Agar dapat menyerap ilmu lebih mudah. “Selamat malam sayang...”
###



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lalat Dalam Kesehatan ???

Mimpimu, cita-citamu bercerita.. ^^

Pratugas day 24