FIRASAT #TheParagraph13
Cek di Sebelumnya di #TheParagraph12
5 Bulan kemudian...
Aku baru saja keluar dari sebuah
gedung televisi swasta. Keluar dengan senyuman cerah, sama cerah nya dengan
cuaca hari ini. Sepertinya sebentar lagi Pelangi yang dijanjikan itu akan
lengkap warnanya. Namun tetiba di pinggir jalan sebuah mobil hampir saja
menyerepetku dari arah belakang. Beruntungnya aku masih bisa menghindar
meskipun aku harus tetap jatuh di depan orang banyak. Sebuah mobil minibus F
9678 BD berwarna hitam melaju begitu kencang. Orang-orang mencoba menenangkan
aku yang masih saja menggerutui mobil itu. Tak lama aku pun akhirnya mendengar
kabar bahwa tak jauh dari tempatku telah terjadi peristiwa tabrak lari.
Korbannya adalah seorang bapak yang baru saja membeli lampu dari toko tersebut.
Korban pun sudah dilarikan ke rumah sakit terdekat. Lalu lalang orang-orang
yang datang menghampiri tempat itu. Sayangnya aku tidak. Aku hanya berdoa
semoga korban tersebut bisa selamat. Aku harus pergi. Dia sudah menungguku.
***
Siang ini matahari begitu terik
ketika aku sampai di bukit biru dan sudah ku temukan pula seseorang yang
akhir-akhir ini telah membuat hatiku selalu berguncang ketika mengingatnya.
Entah dia menyadari kehadiranku atau tidak, wajahnya memandang lurus langit.
Kulitnya yang tidak terlalu putih cukup bersinar terkena pantulan sinar
matahari. Perlahan aku menghampirinya dan duduk di sampingnya.
“Tidak silau?” tanyaku padanya. Aku langsung mendapatkan gelengan
kepalanya sambil memandang lekuk tulang pipi dan rahangnya yang kokoh.
“bohong” kataku kemudian.
“kalau kamu sudah tahu tempat ini bakal membuat silau di siang hari,
kenapa kamu masih suka nangkring di sini?”
“heh? maksudnya?”
“Setiap aku sedang di bawah sana, kamu membuat pandanganku silau. Tau!”
“Hah! Lebay banget. Oh gitu, terus sekarang aku harus bilang apa?”
“Bilang kalau kamu suka aku” jawabnya seketika sambil melihatku.
“Jih!” Aku memalingkan muka. Ini orang kenapa sih? Tiba-tiba jadi
spontan gitu. Tapi kok hatiku agak senang ya mendengarnya. Tapi aku tetap
berusaha memampang wajah datar karena aku tak mau terlihat kegeeran akibat
ucapannya.
“Sudah berapa banyak perempuan yang kau gombali, Biru? Gak lucu deh”
“Tidak ada. Cuma kamu, dan ini memang tidak lucu. Ini serius.”
Loh? Ada ya orang kayak gitu. Lagipula masa iya dia baru bilang kalimat
seperti itu padaku saja. Atau mungkin memang iya? karena pada perempuan lain
dia malah mengatakan ‘sayang!’ Oh, kepalaku jadi agak pening dibuatnya. Sambil
memegangi keningku tiba-tiba ponselku berdering. Ternyata Sera. Awalnya tak
akan aku angkat, tapi ketika aku menatap Biru dan dia memberikan senyumnya yang
begitu manis, hatiku menjadi melemah.
“Assalamualaikum!”
“Waalaikumsalam, kenapa Ra? Bunda dan Ayah nanyain aku lagi? Bilang sama
mereka kalau aku belum akan pulang sebelum mere-”
“Kak! Sebentar! Dengarkan aku dulu! Kakak harus ke Rumah Sakit
sekarang! HARUS!”
“Loh? ngapain? siapa yang sakit? Bunda dan Ayah baik-baik saja kan?”
“Ay- Ay-yah koma ka. Tadi Ayah tertabrak mobil setelah membeli lampu.”
Aku tak sanggup berkata apa-apa
mendengar penjelasan Sera. Tak lama kemudian air mataku mengalir begitu saja.
Peganganku terhadap ponselku begitu lemah, mungkin jika Biru tidak langsung
menyadari hal tersebut ponselku akan jatuh bersamaan dengan tanganku
yangmenjadi lemas.
“Kak! Kak Eca!”
“Ya”
“Kak, tidak bisakah Kakak datang kemari? Kau tahu, sebelum kejadian ini
semalaman Ayah mengigau terus, memanggil-manggil namamu” jelas Sera padaku
begitu memohon.
“A-a-akku –“ mulutku terasa kaku
“Kak... Ayah sangat menyayangimu” Meski suara Sera melemah ketika
mengucapkannya, tapi sangat begitu jelas di telinga Biru sebelum akhirnya Sera
menutup panggilannya.
Aku menatap ponselku yang
mati dan menatap Biru. “Biru...”
“Pergilah... ” jawab Biru dengan
halus.
“....”
Aku masih menatap kosong Biru.
Aku bingung harus bagaimana. Tubuhku terasa kaku. Biru pun berdiri di hadapanku
dan mengulurkan tangannya padaku yang masih dalam keadaan duduk bersilang. “Ayo, aku antar...”
***
Komentar
Posting Komentar