Manda dan Biru #TheParagraph12

Baca sebelumnya di Kejutan #TheParagraph11
1st paragraph by Desvian Wulan
Kebahagiaan itu ada dalam diri kita sendiri. Kurasa aku menyetujui gagasan ini. Selama ini aku terlalu sibuk dengan pikiranku tentang mereka yang tak terlalu suka dengan pilihanku hingga membuatku menjatuhkan diri dalam ruang kesedihan yang ku ciptakan sendiri. Aku melihatnya tersenyum di sana pun sudah menumbuhkan kebahagiaan dalam hatiku. Andai aku bisa mendekatkan langkahku ke sana sekedar ikut merasakan kehangatan itu, sayangnya aku tak ingin merusaknya. Senyum yang satu dibalas dengan senyuman yang lebih hangat. Bahagia, sesederhana itu.
xxx
Di kamar kost ku yang kecil ini aku membaringkan tubuhku yang telah lelah berputar-putar di jalanan. Lagi-lagi aku dibuatnya tersenyum. Peristiwa tadi tak akan pernah mungkin aku lupakan. Sahabatku memberi arti kebahagiaan untukku. Tadi itu benar Manda dengan dua orang bocah yang melingkupinya dan seorang kepala keluarga yang melindunginya. Seorang kepala keluarga yang berhasil memposisikan dirinya di deretan paling depan diantara orang-orang malas yang hanya bisa meminta-minta. Kepala keluarga yang sempurna meskipun tak sempurna dalam hal fisik. Dan aku sulit mempercayai bahwa istri dari seorang kepala keluarga tersebut adalah Manda. Sosok wanita yang putih dan lenjang yang seharusnya lebih cocok berada di dalam kantor malah berada dalam keluarga tersebut. Dengan dipenuhi tawa anak kecil yang berlarian.

Rasanya seperti mimpi melihat Manda dalam keadaan seperti sekarang. Manda bukanlah anak dari seorang yang berkekurangan, tapi ia memilih mendampingi seorang lelaki yang tidak sempurna dalam fisik yang lahir diantara keluarga yang sangat sederhana. Aku masih bisa merasakan pelukan hangat Manda ketika aku mendatangi rumahnya. Dia pun terheran-heran ketika aku tahu keberadaannya. Sedangkan aku melontarkan beberapa kalimat yang sedari dulu lama aku simpan. Kemana? Kenapa? Akhirnya Manda menceritakan seluruh perjalanan hidupnya setelah wisuda sampai sekarang.

Setelah wisuda dia mengikuti ajakan Pamannya di luar pulau Jawa. Meskipun awalnya orang tuanya bersikukuh tak mengijinkan, tapi dengan nekad dan niat yang kuat Manda berhasil mendapat restu itu. Akhirnya pergilah Manda ke daerah pertambangan. Dimana ia belajar dari mimpi-mimpi anak-anak kecil yang ia temui di sana. Dia memang menyukai anak kecil sedari dulu. Handphone-nya hilang entah terjatuh di mana. Jaringan internet pun tak ada. Maka hanya nomor orang tuanya saja yang ia ingat.  Sampai akhirnya dia bertemu dengan lelaki bernama Herdy. Herdy adalah salah satu pegawai konstruksi di daerah itu. Singkatnya akhirnya mereka menjalani sebuah hubungan yang serius. Orang tua Manda pun sudah mengetahui hal itu. Mereka menyetujuinya. Sampai akhirnya sesuatu terjadi pada Herdy. Ketika itu sedang terjadi gempa hebat dan Herdy berada di dalam sebuah bangunan yang belum selesai. Herdy tak segera pergi dari sana karena percaya akan konstruksi yang dibuatnya. Tapi ternyata Tuhan berkehendak lain. Gempa yang terjadi jauh lebih besar dari yang diperkirakan. Herdy pun jatuh tersungkur ketika akhirnya  berusaha keluar dari bangunan itu. Belum juga bangkit kedua kakinya malah terkena runtuhan tiang dan bagian bangunan lainnya. Suara permintaan tolong dari segala sudut telah berhasil menenggelamkan suara Hendry yangsemakin parau. Dua hari setelah itu tubuh Herdy berhasil ditemukan. Dan alangkah luar biasanya dia masih bernapas, dia masih bertahan mesk tanpa makan dan minum selama itu. Bisa dibayangkan bagaimana tangis Manda saat itu. Apalagi ketika tahu kedua kaki Herdy harus diamputasi karena telah patah dan mulai membusuk. Kabar itu pun terdengar sampai ke telinga orang tua Manda. Alih-alih orang lain ikut berduka akibat peristiwa itu mereka malah meminta Manda melepaskan Herdy. Mereka berpikir apalah yang akan bisa diberikan seorang yang tak memiliki sepasang kaki kepada anaknya yang cantik sempurna. Tapi Manda menolak. Sampai akhirnya Ayah Manda menjadi wali dalam pernikahan mereka yang sederhana pula. Setelah itu Ayah dan Ibunya pergi ke luar negeri. Mereka tak ingin melihat kesulitan yang mungkin terjadi pada Manda. Bukan main Manda memilih hidupnya. Semua tetap sama ketika Manda dan Herdy memiliki tabungan. Tapi ketika Manda hamil, dan adik-adik Herdy memohon pertolongan biaya pendidikan. Semua tabungan pun habis. Setelah menangis bersama dan bersungguh-sungguh dalam doa. Dengan kreativitasnya, Herdy mampu membuat motor untuk dirinya sendiri dan memili usaha kecil yang sekarang sudah mulai membesar. Sampai akhirnya sekarang mereka memiliki dua anak yang sehat dan lincah. Sekali lagi aku ingat Bagaimana Manda mengucapkan kalimat itu dengan senyumnya yang menawan. “Bahagia itu sederhana Ca...”
xxx

Di bawah pohon kenari di bukit biru aku memandang langit untuk kesekian kalinya. Sambil sesekali mengetik beberapa kalimat yang muncul di langit sana ke dalam netbook yang ku bawa. Kalimat-kalimat Manda bergelantungan di langit sana. Aku masih menunggu pelangi. Masih.
“Hei, sedang apa?”
“Menunggu pelangi”
Loh, suara siapa itu? Tak sadar aku baru saja menjawab pertanyaan seseorang yang tiba-tiba ada di sampingku.
“suka memandang langit?” tanyanya lagi.
aku menganguk pelan. dan dia menjawab anggukanku juga dengan pasti. “Aku juga”
Dengan sedikit terbata-bata dan mulai menjagajarak antara posisi kami, aku ganti bertanya.
“kamu, siapa?”
“Biru”
“Namamu maksudku...”
“Iya. Biru.”
“Oh, namamu sama seperti bukit ini”
Wajahnya mengerut.
“Ah tidak... hanya aku saja yang menamainya bukit biru. Karena langit bukit ini selalu ku temui dalam keadaan biru. Lalu apa tujuanmu kemari?”
“menemuimu”
“Kenapa?” tanyaku dengan segera.
“Kamu merusak pandanganku”
“maksudmu?”
“Kau tahu perkebunan di bawah sana? Aku bekerja di sana. Dan aku terlalu sering melihatmu berjalan sendiri ke bukit ini.” Jawabnya sambil menunjuk perkebunan penuh sayuran.
“Lalu?”
“Aku ingin mengenalmu. Aku hanya ingin meminta pertanggungjawabanmu terhadap kerusakan yang terjadi dalam pandanganku ini”

Aku masih bingung dengan ucapannya, dengan kehadirannya yang tiba-tiba. Tapi senyumnya dan tatapan matanya membuat hatiku berdesir. “Bahagia itu sederhana Ca...”

Aku mulai bisa merasakan sedikit bahagia itu Manda, sekarang bersama Biru yang baru ku kenal. Salah satu warna pelangi sudah muncul. Mungkin warna lainnya akan menyusul?

xxx

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lalat Dalam Kesehatan ???

Mimpimu, cita-citamu bercerita.. ^^

Pratugas day 24