"Jangan kemana-mana, di hatiku saja!"
Sebelumnya di : Bangunkan aku pukul 7!
“Biar aku tebak! Kamu naik jabatan!”
Dia hanya tersenyum manis sambil
melepaskan lesung pipi yang dalam di kedua pipinya. Subhanallah... sekali lagi
aku berucap syukur. Aku tak sanggup menahan kebahagiaan ini, dan akhirnya
matakupun mulai basah. Dan dia lagi-lagi hanya tersenyum sambil mencandai aku.
“dasar cengeng... bukannya seneng...”
Aku mengerucutkan bibirku sambil
mencubit lengannya. Dan dia mengusap-usap kepalaku lagi. Ahh.... Restu... Rasanya aku benar-benar tak
salah mempertahankanmu. Biarpun aku terpaksa menjalaninya secara backstreet selama hampir satu tahun lebih, sampai keluargaku
mampu memberikan kepercayaan penuh kepadaku dan juga dia. Statusnya yang memang
bukan perjaka lagi dan masa lalunya yang buruk memang jadi nilai negatif. Tapi entah
kenapa aku begitu keukeuh dengan
pendirian ini. Aku begitu yakin dengannya. Aku yakin aku bisa mengubahnya
menjadi new Restu tanpa embel-embel keburukan lagi. Tanpa perempuan itu
lagi. Mantan istrimu.
Akhirnya makanan yang kami pesan
pun tiba. Karena ini hari spesial, kami sepakat untuk makan di sebuah Restoran
yang agak mewah. Meskipun sebelumnya aku menolak, tapi karena dia bilang ini
hanya sekali dan melihat wajahnya yang begitu memelas, aku pun akhirnya
menyetujuinya. Makan malam kami begitu penuh canda dan tawa. Rasanya pertahanan
selama setahun yang berat itu tak pernah ada. Seperti menyusun rentetan puzzle, pada akhirnya bagian dari puzzle
yang terakhirlah yang dapat menyempurnakan hidupku. Dan aku yakin, itu kamu.
Makanannya memang sangat
istimewa. Karena hari ini memang begitu istimewa. Tapi keadaan berubah ketika
kami keluar dari restoran itu. Aku memang tak pernah mengenalinya. Namun aku
pernah melihat fotonya berkali-kali. Dulu. Dan ini adalah pertemuan pertamaku. Perempuan
itu, masa lalu Restu. Perempuan itu bersama seorang pria sedang berjalan ke
arah kami. Tampaknya Restu tahu akan ketidak nyamanan yang aku rasakan. Dia memegang
erat tanganku. Sungguh hal yang tak pernah dilakukan Restu selama ini. Dia berani
memegang tanganku. Namun aku tak menolaknya. Aku semakin menggenggam tangannya
yang kokoh. Aku menyembunyikan wajahku ke bawah. Seakan-akan aku adalah
penjahat yang sedang bersembunyi. 4 langkah, 3 langkah, 2 langkah, 1 lang-
“Restu?! Gak nyangka bisa ketemu lo di sini! Apa kabar? Lo habis dari
Restoran ini? Ajiiib... udah sukses lo? Eh siapa tuh?”
“baik. Seperti yang lo lihat. Ya, ini calon isteri gue. Have fun Tar!
Gue balik duluan.”
Restu pun menarik tanganku dengan
kuat. Aku sempat terhuyung oleh tarikan tangannya. Sampai di motor miliknya
yang antik, aku mulai melonggarkan genggamanku darinya. Begitupun dirinya. Aku masih
dalam keadaan bisu, dia pun sama. Kami sama-sama membisu dalam ramainya jalanan
kota.
“Langsung pulang atau -?”
“pulang,” jawabku, langsung memotong pertanyaannya yang mulai
bernadakan ragu.
Sepanjang perjalanan pulang tak
ada satu pun kata yang terucap. Sampai akhirnya tiba di depan rumahku. Kami masih
membisu. Tapi dia mulai mengalah dan mencoba memecah kebisuan itu.
“Hann...”
Aku masih diam.
“Are u...?”
“Aku baik-baik saja Tu. Mungkin hanya sedikit syok.” Jawabku datar
dengan bibir tersimpul.
“kamu masih belum bisa menerima semuanya? Keadaan aku?”
“bukaaan...”
“Hann... dari dulu aku sudah berkali-kali bilang. Jika hal ini bisa
membuatmu sakit, lebih baik aku mundur. Aku gak mau melihat kamu merasakan
sakit seperti itu”
“bukaaaann...”
“bukan apa Hann? Aku memang menyayangimu. Mencintaimu. Dia masa lalu aku.
Aku benar-benar sudah menguburnya tentang dia. Tapi kalau begini, aku jadi
merasa bersalah lebih baik aku pergi,” tegas Restu yang mulai terlihat putus
asa.
“bukan itu... aku cuma takut kehilanganmu! Jangan kemana-mana, di
hatiku saja!”
Ya, jangan kemana-mana lagi, di hatiku saja Restu. Cukup di hatiku
saja! Air mataku tumpah seketika. Dan Restu menatapku dalam.
“Aku tak kan kemana-kemana Hann...,” lirihnya.
Suasana hening lagi. Hingga aku
tak kuasa berkata,
“aku ingin memelukmu.....!”
#13HariNgeblogFF
Komentar
Posting Komentar