Malam itu... #TheParagraph5
1st Paragraph by Desvian Wulan
Lari. Hanya itu yang ada di otaku saat ini. Aku hanya perlu keluar dari tempat ini dan berlari secepat mungkin menuju jalan besar di ujung sana. Semoga masih ada mobil atau kalau beruntung, aku bisa menemukan angkutan yang bisa membawaku ke kota. Tapi rasanya kemungkinan angkutan lewat itu sangatlah kecil karena ini sudah pukul sembilan malam, dan itu sudah dianggap larut malam oleh tempat ini. Tetiba ada sesuatu yang membuatku harus menghentikan langkahku. Ada yang menarikku. Nafasku tercekat. Pelan kubalikkan badanku sambil berdoa bukan ia yang ada di sana. Tetapi sepi. Aku hanya melihat bayangan pepohonan pinus dibalik kegelapan malam sejauh mata memandang. Tak ada sesiapapun di sana. Ku lihat ke arah nbawah. Ternyata rok panjangku tersangkut batang kayu. Sialan.
Aku menarik rok itu dengan kasar sehingga rok-ku malah robek.
Entah sudah bagaimanakah tampangku malam ini. Pasti sudah menyaingi tampang
sang kunti, atau bahkan mungkin kunti lebih baik dari penampilanku sekarang. Masa
bodo lah dengan penampilan ini, aku hanya ingin pergi dari dia. Tapi ke arah
manakah yang aman? Tempat ini terlalu sepi!
Meski lelah dan kaki sudah kian mengamuk meminta istirahat
tapi aku merasa aku tak boleh istirahat walau sejenak. Aku yakin, setelah dia
tahu aku tak ada, dia pasti mencariku. Aku pun tetap konstan berlari sampai aku
melihat di depan sana terdapat tiga arah yang berlawanan. Dengan mengucapkan
bismillah, aku memilih membelok ke arah kiri dan aku menemukan jalan raya! Ya,
aku menemukan jalan raya! Tapi sepi. Tak ada satupun kendaraan yang lewat. Kakiku
sudah tak tahan menahan beban tubuhku. Aku pun tak sadarkan diri di dekat
rerumputan jalan.
xxx
Di sini tak ada keheningan yang selayaknya terjadi. Di sini
malah terjadi kekacauan yang sangat besar. Di sebuah villa dengan sentuhan kayu
yang begitu sempurna, siapa yang akan mengira di dalamnya berisi beragam orang
yang hidupnya mungkin tak akan jadi berarti lagi. Seorang lelaki bertubuh besar
sedang mendapat makian bertubi-tubi dari seorang wanita paruh baya berbadan
subur dengan tampilan yang begitu ramai dengan emas.
“Dasar GOBLOK! GUE KAN
UDAH BILANG, JAGA YANG BENER!”
“Ma-maaf Tante, tadi
anak itu bilang dia hanya mau buang air besar saja. Cuaca kan memang sangat
dingin Tan, jadi saking lamanya dia BAB saya malah ketidur---“
“NAH! NAH! ITULAH
KALIAN! BEGO! BEGO BANGET!”
“Ampun Tante...”
“Pokoknya gak ada kata ampun
sebelum elo elo semua bisa nemuin dia! Sukur-sukur bisa nemuin dia dalam keadaan
mati saja! Kalau hidup, bisa gua yang mati! CEPET! CARI!”
Lelaki bertubuh besar itu pun keluar ditemani temannya yang
berbadan jauh lebih kecil darinya. Tapi memiliki tatto lebih banyak. Sambil menggerutu
mereka pun melaksanakn perintah si Tante tersebut. Mau bagaimana lagi, itu
memang jelas salahnya.
xxx
Pagi yang cerah bersama semangat menuju masa depan tampak
jelas terlihat dari wajah sumringah lelaki itu. Kulitnya tak putih juga tak
begitu legam. Tatanan rambutnya pendek dan rapi. Pakaiannya pun tak berlebihan,
hanya kemeja kotak-kotak yang tak bermerk yang sudah mulai usang dengan celana
panjang hitam. Ransel yang ada di punggungnya cukup menggembung, karena ia
telah isi dengan beberapa penganan seperti nasi timbel berikut dengan lauk
pauknya, beras, sambel, dan beberapa baju yang sudah dicuci. Lelaki itu pun
menghampiri wanita dengan banyak kerut di wajahnya yang sedang asik
bercengkrama dengan anak-anak kecil di depan rumah.
“Mak, Pandu berangkat. Doakan
Pandu ya.. Assalamualaikum.” Katanya sambil mencium tangan mak-nya.
“Iya nak.. Waalaikumsalam.. hati-hati
di jalan..“ jawab
mak sambil tersenyum penuh harapan.
Bagaimana tidak penuh harapan, Pandu adalah anak bungsu yang hanya
bisa menjadi harapannya satu-satunya setelah kedua kakaknya yang lelaki juga
malah menghamili anak orang ketika kuliah di kota sana. Emak begitu berharap
untuk anak bungsunya ini diberikan keberhasilan yang lebih, agar dapat
menaikkan lagi derajat keluarganya yang sudah ambruk. Dalam hati emak selalu
berdoa, semoga engkau dapat menolong mak ketika di akhirat nanti.
xxx
Jalanan itu masih lengang, mungkin karena masih subuh. Lelaki
itu terus memacu kendaraannya selagi melompong. Namun sepeda motornya perlahan
melambat ketika remang-remang ia melihat benda mirip sepotong tangan menggapai
jalan. Diantara rerumputan yang cukup rimbun. Jantungnya berdegup kencang namun
bingung. Apakah ia harus memacu motornya dengan kencang kembali, atau memastikan
terlebih dahulu benda itu? Dengan mengucap bismillah berkali-kali ia pun
akhirnya memutuskan untuk melihat benda mirip tangan tersebut.
Ia mencoba menghentikan motornya tepat sebelum benda mirip
tangan itu. Kemudian dengan perasaan yang tak karuan ia mencoba mendekatinya. Jelas,
semakin jelas, bahwa itu adalah betul-betul tangan seorang manusia. Kemudian,
lelaki itu beristigfar dengan wajah histeris dan berkata “Raisa!”
Lelaki bernama Pandu itu begitu terkejut. Kemudian menarik
perempuan yang ternyata bernama Raisa itu. Bahkan ini terlalu jelas, ini
benar-benar Raisa! Sosok perempuan populer di kampusnya. Perempuan yang banyak
menjadi favorit para kaum adam di kampus. Banyak tanda tanya di otak Pandu. Mengapa
Raisa bisa ada di sini? Dengan pakaian yang sudah tak sepatutnya dipakai lagi. Dengan
sigap ia langsung memegang tangannya. Merasakan ada tidaknya denyut nadi Raisa.
Alhamdulillah, masih ada.
Pandu mengguncang-guncang tubuh dan menepuk-nepuk pula pipi
lembutnya Raisa. Dalam hati ia meringis, oh Ya Allah... maafkan atas
kelancanganku ini. Dalam tatapannya yang penuh harap, terlihat beberapa gerakan
pada matanya. Menusul kemudian pada tangan, badannya dan kakinya. Kemudian Pandu
melepaskan Raisa.
Setelah Raisa sadar, ia langsung bercerita perihal dirinya
mengapa ada di sana. Mengapa rambutnya berantakan dan roknya robek sampai
selutut. Meski ceritanya terbata-bata karena berususulan dengan air mata yang
terus mengalir, Raisa tetap bercerita. Ia tahu bahwa Pandu akan bisa
menolongnya. Setelah mendengarkan cerita Raisa, Pandu pun mengajak Raisa pergi
bersama. Pandu berjanji akan mengantar Raisa ke rumahnya dengan selamat. Tapi terlebih
dahulu Pandu meminta Raisa untuk mengganti roknya dengan celana olahraga yang
ada di dalam tasnya. Pandu khawatir orang-orang akan berpandangan buruk terhadap
dirinya. Bukankah menjaga prasangka buruk dari orang lain itu dibenarkan dalam
Alquran?
xxx
“.... Malam ini telah
dikabarkan tertangkapnya seorang mucikari kelas kakap bersama enam
bodyguard-nya. Mereka tengah berada di villa pribadi sang mucikari yang
ternyata sudah dijadikan sebagai tempat
penyekapan untuk perempuan-perempuan yang akan di sewakan atau bahkan di jual
kepada para lelaki hidung belang selama bertahun-tahun. Proses penangkapan terjadi
akibat adanya laporan dari seorang gadis yang menjadi salah satu korban penyekapan mucikari tersebut yang berhasil melarikan
diri. Dalam proses penangkapan tersebut ditemukan sebelas remaja .....”
“Alhamdulillah... ,“ Pandu bersyukur atas kejadian ini. Sambil
tetap duduk bersila di depan tv, menyimak berita-berita yang terjadi ia
mendengar ketukan dan salam dari pintu kontrakannya.
xxx
“Assalamualaikum...”
“Waalaikumsalam...,” terdengar jawaban lugas dari dalam. Kemudian
aku melihat ia yang menyelamatkanku membuka pintu dengan tampilan yang tetap
sama. Tetap sederhana.
“Eh, Raisa? Kau tampak
berbeda, kau terlihat... semakin can-tiik...”
Aku tersipu mendengar ucapannya barusan. Aku tahu dia pasti
akan terkejut melihatku apalagi dengan tampilanku yang baru ini.
“Hehe... Aku memutuskan
berjilbab sejak kejadian kemarin. Mungkin ini salah satu cara Allah memberi
hidayah padaku agar aku bisa mengikuti perintahnya untuk berjilbab.”
“Alhamdulillah... “
xxx
Komentar
Posting Komentar