Black Hole #TheParagraph3
1st Paragraph by Desvian Wulan
Aku memandangi benda itu di meja kamarku. Sebuah benda yang pernah ada di dunia khayalku ketika masih kanak-kanak, hingga akhirnya waktu membeawaku pada satu kenyataan yang tak pernah kuduga. Aku pun tak mengerti mengapa buku yang ku temukan diantara buku-buku tua di ujung perpustakaan itu bergetar hebat ketika aku membuka salah satu halamannya dan mulai merapalkan bacaan yang tertulis disana, bahkan aku tak mengerti itu tertulis dalam bahasa apa. Ponsel yang ku letakkan di sebelah buku melayang perlahan ketika aku berhenti membacanya. Aku nyaris terjatuh dari kursiku. Segera kuraih ponselku sebelum terlihat oleh pengunjung perpustakaan lain dan pergi setelah mengurus peminjamana buku tersebut.
Sesaat tanganku ingin sekali
meraih buku itu kembali. Ku upayakan dengan segala niat yang ada, ku sentuh
buku berbalut kulit lembu tua nan lusuh itu. Jantungku pun bergetar hebat. Seperti
ada dorongan dari dalamnya. Buku apa
sebenarnya ini? Lambat laun kekuatan itu semakin mengecil ketika ku simpan
di depan dada. Aku tak mengerti dengan buku ini. Ada yang ganjil. Sepertinya aku
ingat akan sesuatu yang pernah terjadi. Ku buka perlahan lembar demi lembar
buku tersebut. Terdapat rentetan bahasa yang tertulis latin namun dengan bahasa
yang tak ku kenal. Gambar-gambar kuno seperti kuda berkepala manusia, jerapah
bertandung domba, dan manusia yang memiliki ekor. Seperti beragam siluman dari negeri
dongeng. Dan seperti petir yang menyambar kesadaranku, aku menemukan gambar
dia. Dia yang sepertinya ku kenal tengah di hujam oleh beragam makhluk aneh.
xxx
.....
“Di tengah kegelisahan yang terjadi di negeri Sativus, muncul pula
pangeran beringas bekepala buaya menambahi kesulitan yang semakin menjadi-jadi.
Rakyat yang sudah teraniaya, harta bendanya telah habis di rampas kawanan
prajurit Gecko gecko, kekuatan mistis yang mereka miliki hilang akibat sebuah
buku-buku yang telah terkena kutukan penasehat kerajaan Buhaia. Negeri itu pun
hancur dalam satu masa.”
“Bunda, apakah tak ada satupun yang tersisa dari rakyat itu?”
“pada dasarnya, para dewan perwakilan mereka itu sebagian masih hidup,
dan tengah bersembunyi di sebuah ruang bawah tanah. Mendiskusikan, membuat
suatu siasat untuk melawan kerajaan buhaia. Namun karena jumlah mereka jauh
lebih sedikit dari pasukan itu, mereka pun untuk sementara mengungsi ke negeri
yang jauh dari peperangan. Mereka masuk ke masa penuh teknologi. Dan akhirnya
menetap di sana.”
“Bagaimana dengan buku-buku itu Bunda?”
“Menurut cerita, semuanya telah dimusnahkan oleh kerajaan Buhaia. Hingga
tak ada kekuatan mistis lain yang bisa melawan kerajaan itu”
“Kasihan sekali ya Bunda negeri itu. Apakah aku bisa menolong mereka?”
Wanita itu pun tersenyum sambil
mengusap-usap kepala bocah berusia 5 tahun di sampingnya.
“Dengan banyak berperilaku baik kepada orang lain serta menolong sesama,
itu bisa menjadi salah satu wujud membantu mereka. Sekarang kamu bobo ya
sayang...”
Kamar itu pun menjadi gelap.
xxx
Hah, hah, hah! Terengah-engah aku
terbangun dari mimpi. Mimpi ini adalah kejadian di masa yang lalu. Ya, aku
sering mengkhayalkan untuk datang ke negeri itu untuk membatu para rakyat Sativus. Tapi apa hubungannya dengan
buku itu. Aku pun mengalihkan pandanganku terhadap buku itu. Buku itu ku
letakkan di depan cermin. Hei, apa yang terjadi dengan cermin itu? Aku melihat
bahwa cermin itu mengeluarkan sinar yang begitu terang. Anehnya, sinar itu
bukan menerangi segala benda yang ada di kamarku. Sinarnya itu menelusup ke
dalam cermin itu sendiri. Aku pun beranjak dari tempat tidur. Mencoba secara
perlahan mendekati keberadaan buku itu. Meski jantung sama sekali tak berkurang
getarannya, aku memaksa diriku sendiri untuk menyentuh cermin itu. Dan apa yang
terjadi? Aku terbawa masuk ke dalam cermin itu dengan sangat cepatnya. Aku berusaha
untuk menjerit-jerit meminta tolong, tapi apa daya suaraku seperti hilang seketika.
Selama dalam lubang cermin yang
panjang itu aku terus berusaha menjerit. Tapi lambat laun aku merasa, jalur
lubang ini terlalu panjang. Bahkan aku bisa melakukan beragam gaya. Dan sayup-sayup
aku mendengar seseorang mengabarkan sesuatu.
“biarkan lubang itu menganga. Bukalah Black hole itu. Lemparkanlah buku itu
dengan mantra...” Black hole? Mantra? Mantra apa? Suara itu seperti suara
yang sudah tak asing lagi bagiku. Masih dalam kebingungan, akhirnya aku pun
jatuh terjerembab di atas tanah yang kering kemerahan.
xxx
“Meisa! Bangun!”
Tiba-tiba saja aku mampu
berteriak.
“BUNDA!”
“Apaa? Kamu tidur gak baca doa sih pasti.. jadi ngelindur gitu. Ayo
bangun! Sudah siang..”
Aku masih diam tanpa kata. Sepertinya
Bunda tak menyadari apa yang telah terjadi dalam diriku barusan. Baru saja
Bunda bangkit dari tempat tidurku, aku menarik lengannya. Bunda menatapku.
“Bun...”
“hmm... apa? Cepet ah, Bunda mau masak nih buat sarapan kalian...”
“Bun, Black hole itu apa?”
“Untuk apa kamu menyakan hal itu? Darimana kamu tahu?”
“Aaaahh... entahlah. Tiba-tiba datang gitu aja Bun.. heheee kayak gak
tahu aja. Anak Bunda yang ini kan memang sukaaaa ngayal... hehee”
Tampaknya Bunda masih curuga
dengan pertanyaanku. Sampai akhirnya dia melihat buku itu di depan cermin.
“Buku apa itu? Dekil gitu?”
Baru saja Bunda hendak mengambil
buku tersebut, aku bergegas meraihnya lebih cepat.
“Bunda cuma pingin lihat Mei.. kamu kok tumben-tumbenan nyimpen buku
dekil, lusuh gitu...”
“Ah... hahaa ini cuma diary aku Bun...”
“Beli dimana? Jelek begitu...”
“Ini bukan lusuh Bun. Tapi di lapisi kulit asli. Udah ah, pertanyaan
aku tadi belum juga dijawab.”
“Yang manaaa??”
“Black Hole Bun...,” aku merengek-rengek kepada Bunda seperti anak
kecil minta dibelikan es krim.
“Oke. Black hole itu sama dengan lubang hitam. Lubang dimana menurut
para ilmuwan jika lubang itu terbuka, maka seluruh galaksi termasuk semua
planet-planet ini akan masuk ke dalamnya. Hilang tak berbekas. Maka setelah Black
hole itu tertutup, akan terjadilah sebuah kehidupan yang baru lagi...”
Glek. Seseram itu kah?
“Bunda percaya semua itu?”
“Entahlah... tentang Black hole ini Bunda juga belum terlalu paham. Ah,
lagipula kamu buat apa nanya-nanya begituan.. yang ada kamu malah jadi takut
sendiri. Percayakan saja pada Tuhan kita. Bahwa Tuhan akan melindungi kita dari
segala hal buruk jika kita melakukan apa saja yang diperintahkannya.”
Aku mencoba mengangguk-angguk
ngeri. Bunda mengacak-acak rambutku dan beranjak dari tempat tidur.
“Sudah ah, Bunda mau masak. Kamu mandi sanah!”
“Ya Bun...”
xxx
Black hole itu sama dengan lubang hitam. Lubang dimana menurut para ilmuwan
jika lubang itu terbuka, maka seluruh galaksi termasuk semua planet-planet ini
akan masuk ke dalamnya. Hilang tak berbekas. Maka setelah black hole itu
tertutup, akan terjadi sebuah kehidupan baru...
Ucapan Bunda tadi pagi
berputar-putar di kepalaku sore ini. Semakin puas berkelilinglah burung-burung
kecil itu di kepalaku dengan nilai ulangan Biologi ku yang buruk tadi. Tapi
kali ini hanya ucapan Bunda yang menyita seluruh dari otakku. Kalau seluruh
planet ini masuk ke dalamnya, termasuk bumi maka artinya kehidupan di dalamnya
akan musnah. Termasuk aku? Bunda? Abang?
Oma? Opa?
Oh, Ayah.... aku bingung.. aku memejamkan mataku sejenak, kemudian
meraih foto kecil keluarga kami. Ayah, Bunda, Abang, dan aku. Ketika Ayah masih
ada, ketika Bunda masih belum beruban, ketika Abang sangat hobi menjahiliku,
ketika aku berusia 5 tahun. 11 tahun sudah Ayah pergi. Sampai sekarang aku
belum pernah mengerti ada apa dengan kematian Ayah. Mungkin karena waktu itu
aku masih terlalu kecil. Tapi saat itu pun aku tak bisa melihat jasadnya. Bunda
melarang aku dan Abang untuk melihatnya. Ayah... tahukah kamu sekarang anakmu
sudah dewasa... I miss you so Dad..
Lama aku terdiam dengan berbagai
angan sambil memegang erat buku itu. Membukanya lagi lembar demi lembar. Dan ku
amati lagi wajah itu. Semakin lama semakin jelas, bahwa aku mengenal wajah itu.
Bukankah itu AYAH!
Ya! Benar! Tidak salah lagi, itu Ayah! Tapi... mungkin hanya gambar
yang terlalu mirip Ayah. Kenapa gambar mirip Ayah bersama
makhluk-makhluk aneh yang sedang merajamnya? Aku pun membaca bahasa tak
jelas di atasnya. Tiba-tiba saja, gambaran makhluk yang sedang merajam itu
hilang. Hei! Kenapa ini? Dan hei, siapa
itu!
Sesosok lelaki berupa bayang
kelabu tengah tersenyum pada diriku. Ayah?!
xxx
...
“Ketahuilah nak, aku memang bukan manusia yang benar-benar sempurna
sepertimu. Maka maafkanlah Ayahmu ini.”
“Apakah ayah adalah salah satu rakyat dari negeri Ssss-a-ti-vus?”
“Benar. Maka hanya tinggal aku lah dewan perwakilan negeri Sativus yang
bisa membantu negeri itu, setelah para dewan yang lain mati dirajam juga oleh
para kerajaan Buaya.”
“Maksud Ayah.. Ay-ah mengorbankan kami, meninggalkan kami semua
semata-mata demi merebut kembali kekuasaan dari kerajaan Buhaia?” kataku
terbata-bata.
“Betul. Karena hanya Ayah yang hanya memiliki satu-satunya buku yang
menyimpan segala kekuatan mistis negeri Sativus. Tapi ternyata Ayah salah, Ayah
malah tertangkap. Maka Ayah sembunyikan lah buku itu yang ternyata ada di
depanmu. Buku itu sangat penting. Selain buku itu telah dikutuk dengan menyerap
segala energi mistis negeri sativus, tapi di belakangnya terdapat mantra yang
tidak banyak orang tahu bahwa itu adalah kunci untuk mengembalikan keadan
negeri Sativus menjadi damai kembali”
Aku masih dalam keadaan bingung
tak percaya. Adakah ini semua hanya mimpi belaka?
“Dengar Meisa anakku, Ayah tak punya bayak waktu. Sebentar lagi wujud
Ayah ini akan hilang dan kekal abadi dalam sisi Tuhan. Maka hanya kamu lah
satu-satunya penolong kami, negeri Sativus”
“Apa yang harus aku perbuat Ayah?”
“Buka lembar terakhir dari buku itu. Buka dan simpan di depan dinding cermin
mu. Bacakan mantra yang ada ada lembar tersebut dengan perlahan jangan sampai
salah agar duniamu yang sekarang tidak masuk ke dalam Black hole tersebut, dan
ketika cermin itu terbuka maka lemparkanlah buku itu. Kemudian pecahkan lah
cermin itu!”
“Tapi Ay-“
Bayang Ayah pun hilang
bersamaan asap tipis yang menjadi debu. Ayah... Hatiku mencelos.. Tapi hatiku
seperti mendapat energi baru. Mungkin energi yang diberikan Ayah untukku. Lalu aku
langsung melaksanakan segala yang dimintanya.
xxx
PRAK! Cermin itu pecah menjadi
beberapa kepingaan kecil. Tanganku bergetar seketika setelah kejadian itu. Aku
pun terjatuh dan segala apa yang ku lihat menjadi gelap. Bunda dan Abang yang
mendengar kegaduhan langsung berlari ke kamarku. Dan syok lah mereka melihat
banyaknya kepingan cermin di sekitar tubuhku.
“MEISA!” teriak Abang.
“MEISA! BANGUN NAK!” Bunda menjerit dengan penuh air mata.
Abang menepuk-nepuk pipiku yang
tebal. Dan aku melihat Bunda menangis tersedu-sedu. Sungguh aku tak tega
melihatnya.
“MEISA! BANG, TELPON AMBULANCE!”
“Bun...” suara Abang parau.
“CEPAT BANG!”
“Bun... nadinya tak berdenyut lagi...”
xxx
Di lain tempat yang penuh kabut,
lelaki itu tengah menonton kejadian yang terjadi sore itu.
“Maafkan aku nak, ternyata untuk itu semua membutuhkan pengorbanan yang
lebih dari sekedar membaca mantra. Maafkan Ayah nak...”
xxx

Komentar
Posting Komentar