I'll Try My Best
Malam itu keadaan sedang lumayan
dingin. Aku sedang membuatkan teh manis, sambil mengaduk-ngaduk teh itu aku
memandangi bulan yang begitu terang menyinari kegelapan di luar sana. 10 tahun
berlalu dalam sepi. Tak pernah ada suara rengekan, tangisan manja yang selalu
ku harapkan.
“Mae! Mana tehnya? Lama sekali!”
Aku tersentak mendengar suaranya.
Aku pun segera membawa teh manis itu padanya. Ia terlihat sangat sibuk dengan
pekerjannya. Ia langsung menyeruput teh itu. Aku berusaha terus tersenyum
sambil memandanginya. Aku pun duduk tak jauh dari dirinya.
“lain kali gulanya jangan terlalu banyak, nanti aku bisa kena diabetes.
Kamu kok kayak yang gak pernah belajar dari sebelum-sebelumnya. Kita kan sudah
lama bersama. Masa kamu tidak hafal-hafal! Lyra saja sudah hafal dengan
kesuakaanku!”
JLEB! Nama itu lagi. Selalu dia.
“Iya mas, maaf.. Sedang sibuk sekali ya mas?” Aku mencoba
mengalihkan pembicaraan.
“Iya. Aku dipercaya si bos untuk mengerjakan proyek baru.”
“oh...”
Malam ini seharusnya menjadi
malam milik kami. Tapi nampaknya ia terlalu sibuk dengan segala berkas yang
ada. Tapi aku tetap menemaninya hingga rasa kantuk mulai menyerang. Mungkin ia
menyadari hal itu, ia pun memintaku untuk tidur duluan. Tapi aku menolak dengan
alasan yang tidak mendukung. Wajahku memang sudah terlampau terlihat ngantuk.
“Sudahlah..., kamu tidur duluan saja. Nanti aku menyusul. Aku masih
banyak kerjaan. Daripada kamu nanti sakit”
Akhirnya aku menurut juga. Aku pun
beranjak dari sofa merah itu. Belum sampai di kamar, ia memanggilku lagi.
“Oya, besok pagi tolong bangunkan aku jam 4. Aku mau berangkat pagi. Aku
gak mau terkena macet”
Aku mengangguk saja. Aku sudah
terlalu lemas menanggapinya. Malam ini aku tidur sendiri lagi. Bersama sepi dan
dingin yang meradang.
***
Pagi itu burung-burung kecil yang
biasa bertengger di pohon dekat kamarku nampaknya masih tertidur pulas. Sama dengan
ia yang begitu lelap dalam lelahnya. Sudah pukul 4, tapi aku tak berani untuk
membangunkanya. Aku sangat menyayanginya. Aku tak tega menganggu istirahatnya. Tapi
ia yang memintaku. Aku harus melakukanya.
“Mas, bangun...” namun tak ada
jawaban sama sekali. Sampai aku menepuk-nepuk lengannya pun ia tetap tak mau
bangun. Dia terlalu lelah. Aku pun meninggalkannya sendiri. Lebih baik aku
menyiapkan hal lain untuknya sebelum berangkat.
Satu jam berlalu dan aku
mendapati ia mendengus sambil mengambil handuk.
“Kan aku sudah bilang bangunkan aku jam 4!”
“Tadi aku sudah coba bangunkan kamu mas, tapi-“
“Ah, sudahlah. Aku mau mandi. Kalau proyek ini sampai gagal. Semua ini
karena kamu! Coba Lyra ada di sini, aku tak mungkin sampai begini!”
Air mataku mengalir lagi untuk
kesekian kalinya. Nama itu selalu kau sebut-sebut sekarang. Mana panggilan
sayangmu dulu. Aku menangisi diriku sendiri. Tak lama kemudian ia keluar dari
kamar mandi. Aku segera memberikannya pakaian yang sudah aku siapkan. Wajahnya masih
menyimpan kekesalan.
“Maafkan aku mas. Aku belum bisa menjadi seperti yang kau minta. Tapi aku
akan terus berusaha menjadi yang kau minta. Meskipun aku tahu aku tak kan
mungkin sesempurna Lyra”
Dan ia hanya berlalu di depanku.
Komentar
Posting Komentar