Biarkan Aku

Lingkar matanya yang menebal mendukung keadaan matanya yang kian melelah. Namun tak mengurangi derap langkahnya, bahkan langkahna kian mantap berjalan mengikuti apa yang dikehendakinya. Apa yang ada di pikirannya. Apa yang ada di hatinya. Apa yang dimimpikannya.

Diamnya bukan berarti emas dan usaha ini bukan mimpi mereka. Semua yang ada adalah dirinya. Dia tak menghiraukan mereka yang semakin memanasi telinga ini. Karena seluruh pilihanku bukan pilihan mereka. Suara-suara mereka tak lagi masalah ketika tatapannya dan ucapannya bisa lebih tajam dari suara mereka yang terkadang merdu terbawa angin.

This is my passion Dad. Ucapan terakhir itu yang melengkapi ketidak selesaian ucapan ayahnya maupun ibunya yang hanya dapat berdiam diri, menepis air mata yang telah mengalir. “Suara buruk mereka akan menjadi dukungan tersendiri buatku ayah. Dan sebentar lagi ayah akan menemukanku di sana!” tunjuknya terhadap televisi yang ikut sunyi.

Suasananya semakin hambar. Antara keyakinan dan ketakutan tersorot dari tatapan Ayah dan Ibunya. Kemudian dia menghampiri keduanya dan memegang erat tangan mereka.

“Biarkan ananda pergi Ayah, Ibu. Aku akan kembali dan membungkam mulut mereka”
Ia menyalami dan mencium  kening keduanya. Memberi salam terakhir kalinya, meningalkan pintu yang terbuka lebar.

“Assalamualaikum...”

Hening dalam duka dan keyakinan. Getir suara berat dan air mata. Lelaki tua itu berkata,
“Kami selalu mendoakanmu nak. Kelak kita tutup mlut-mulut itu”


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lalat Dalam Kesehatan ???

Mimpimu, cita-citamu bercerita.. ^^

Pratugas day 24