Antara Derajat, kebangsawanan dan Titel yang Panjang
Semakin hari semakin merasa sudah
mulai kurang produktif lagi menulis. Padahal ide menulis itu sering
bermunculan, tapi sayangnya dalam satu hari itu hanya sampai 24 jam. Mungkin
kalo bisa sampai 30 jam tangan ini bisa menulis lebih banyak dan lebih sering.
Tapi, ah itu cuma alasan aja sih. Kadang ide ada tapi mood nulis itu bahkan
megang laptop aja malasnya ampun. Jadi kadang ketik-ketik di hp aja dulu. Kalo
ide ada tapi daya dukung untuk menulis itu sedikit rasanya suka mentok di
tengah perjalanan (tulisan). Semua yang ditulis di blog ini, dibuat bukan hanya
dari cerita pribadi, kadang dari cerita (masalah) teman yang akhirnya saya buat
cerita namun dengan tanggapan/opini dari pandangan saya. Bukan hanya dari
cerita sesama manusia, kadang hewan-hewan apapun makhluk hidup yang saat itu
saya lihat bisa dikaitkan dengan kehidupan, bisa jadi sebuah tulisan yang
ungkin memang tidak menarik bagi kalian. Biarlah kalian tak menghargai tulisan
saya, tapi saya sangat menghargai apa yang telah saya buat. Heheee *ehm jadi
curcol bentar*
So, pada akhirnya sore itu saya
mendengar cerita tentang sifat manusia dengan keburukannya. Yang pada akhirnya
membuat saya sedikit agak geram dan akhirnya meng-update status di fb tentang
hal itu. Memang mungkin saya sedikit norak membuat hal seperti ini sampai
mengupdate status. Tapi saya pikir, ini tentang hak setiap manusia dan untuk
mengingatkan seseorang yang mungkin merasa, kenapa tidak? Ini tentang masalah
kesetaraan (derajat), kebangsawanan, pendidikan (titel-titel). Bagaimana bila
akhirnya seorang manusia memiliki masalah seperti itu.
Ketika zaman purba berubah
menjadi zaman batu (eh, apa ke balik yah? Koreksi!) berubah lagi menjadi zaman
penjajahan sampai menjadi zaman kemerdekaan dan akhirnya menjadi zaman
millenium seperti sekarang. Seharusnya dengan perubahan zaman yang ada, seluruh
pemikiran manusia menjadi semakin maju dan berkembang, mengikuti arah
perputaran bumi dan kehidupannya. Bukan berarti harus mengikuti segala tren
yang ada, maaf saya tidak membahas itu. Tapi yang saya maksud tentang
pemikiran-pemikiran, paham-paham yang pernah lahir di zaman dahulu kala yang
belum tentu cocok dengan pemahaman sekarang. Bahkan mungkin seharusnya
kepemahaman itu memang tidak ada dari dulu. Tapi namanya manusia, meskipun
sama-sama berwujud manusia, tapi manusia itu sangat banyak ragamnya. Itulah
kenapa mungkin Tuhan menciptakan manusia berbeda. Agar setiap makhluk hidupnya
bisa belajar dari keberbedaan yang ada. Tuhan memang terlalu adil dalam hal
ini. Setelah diciptakan yang baik, DIA ciptakan pula yang buruk.
Subhanallah....
-------------------------( Bentar,
dipanggil mama dulu. ^^ )
-------------------------( beres
juga bantuin ngelipet-lipet dus makanan, yuk kita lanjut!)
Berawal dari kalimat yang aku
dengar,
“sarjana bukan?”“kerjanya apa?”“kalo sarjana harus cari sarjana lagi”“kita kan turunan ningrat (bangsawan)”“jangan mencari orang yang lebih rendah”
Itu adalah beberapa kutipan dari
ucapan beberapa orang yang pernah aku simak. Mungkin ada sebagian yang aku
lupa. Tapi secara garis besarnya sama lah... mempermasalahkan keberbedaan.
Apakah manusia itu akan
mempermasalahkan keberbedaan yang ada atau saling menerima satu sama lain
dengan menghargai semua perbedaan itu. Hampir seluruhnya berkata demikian,
namun dalam realita yang ada, orang bertitel panjang pun masih mempermasalahkan
keangkuhannya masing-masing. Sedikit manusia yang bertitel itu yang dapat
merangkul kaum yang ada di bawahnya. Malah terkadang manusia yang tak bertitel
itu jauh memiliki moral dan adab yang lebih baik daripada mereka yang bertitel
panjang. Dengan titel yang panjang itu seharusnya manusia semakin merendahkan
hatinya terhadap orang lain bukan dengan egonya, angkuhnya, sombongnya,
menjauhi kaum yang tak bertitel. Tentunya setelah mendapat titel panjang
manusia bisa menyadari bahwa ilmu itu semakin dipelajari tidak lantas semakin
menyempit. Justru semakin luas. Dan seharusna mereka sebenarnya sadar betapa
kecilnya mereka dihadapan DIA yang maha pencipta. Dengan bangganya mereka malah
menyombongkan dirinya dan secara tidak sadar membatasi ruang lingkupnya sendiri
terhadap orang-orang kecil.
Manusia yang menganggap derajat
keluarganya tinggi dan berkebangsaan eh kebangsawanan yang turun temurun, dan
titel panjang telah mengakibatkan sebagian darinya lupa akan kuasa Tuhan.
Mereka berlomba-lomba mencari titel demi pandangan orang, demi merangkul kaum
yang lebih atas lagi, mngkin sebagian pernah berniat akan merangkul kaum
terbuang, tapi setelah mendapatkan semua itu mereka lantas hilang dalam gelap.
Mereka mempermasalahkan pertemanan, persahabatan yang berbeda status keluarga.
Bahkan masalah cinta sekalipun. Heii... siapa yang bisa mengukur derajat
seorang manusia kecuali Tuhan. Harta yang ada bukanlah pengukur kederajatan
seseorang. Untuk apa bertitel panjang tapi tidak bisa membantu orang banyak?
Hanya mempersulit diri karena harus selalu bergaul dengan orang-orang yang
mungkin berjenis sama. Orang-orang yang hanya memikirkan kebahagiaan dirinya
sendiri.
Realitas saja, manusia memang
butuh harta untuk mampu hidup. Tapi kehidupan tidak selalu harus berorientasi
pada harta seseorang. Suatu saat seorang pejabat dibuat bangkrut akibat ulahnya
sendiri korupsi? Siapa yang akan tahu? Suatu saat seorang pemulung mendapat
undian milyaran rupiah hingga bisa membuka usaha bahan daur ulang, hingga bisa
memperkerjakan orang banyak? Siapa yang tahu itu semua. Siapa yang kelak
mengetahui bahawa semua itu akan terjadi. Meskipun berteman dengan sesama
bangsawan, sesama yang bertitel panjang, siapa yang akan tahu bahwa suatu saat
mereka di buat jatuh oleh Tuhan. Karena telah mendzalimi orang kecil.
Naudzubillah..
Tapi mungkin sebagian dari kaum
tak bertitel atau kaum biasa pun tak selalu bermasalah dengan semua ini, mereka
tidak mengharapkan banyak atas perubahan bangsa ini dari manusia bertitel
panjang itu. Cukup bagi mereka, hidup dengan penuh keberkahan yang ada dan
bahagia dalam kebersamaan. Mereka cukup sadar dengan posisi yang mereka miliki.
Biarlah mereka terus menerus mempermasalahkan segala keberbedaan yang ada,
sedangkan kaum biasa mampu menjaga kebersihan hatinya, menjaganya dari
sifat-sifat yang dibenci Tuhan.
Semoga kita tidak termasuk
orang-orang yang bermasalah dengan hatinya. Mari kita rangkul seluruh lapisan
masyarakat yang ada. Karena mereka tetap saudara kita. J
Hmm... rasanya tulisan saya
semakin berantakan setelah lama tak menulis. Mungkin perlu latihan lagi. Mohon
maaf, saya belum bisa menjadi penulis yang baik. ^^
Komentar
Posting Komentar