Menanti Lamaran
Dua tahun sudah aku bertahan
dengan detak jantung yang sama, dengan nafas yang masih ada, dengan tetes perih
yang terawat. Aku bisa bertahan karena aku meyakininya, bahwa aku kuat. Seperti
apa yang Christina Perri bilang ‘I will be brave I will not let anything take
away’. Semua yang hadir di dua tahun ini adalah pelajaran yang begitu
berharga bagiku. Dimana niat, keyakinan, pengorbanan dan keikhlasan yang ada
dalam diri ini benar-benar mampu menepis segala ocehan keras dari luar sana.
Aku ingat ketika aku dipaksa
untuk memilih untuk kedepannya nanti. Aku meminta pendapat dari beberapa orang terdekat
termasuk keluargaku, aku berpuasa, melaksanakan sholat tengah malam, hanya
untuk pilihan tersebut. Ooh... begitu berat bagiku pilihan itu. Hingga akhirnya
di hari ketujuh aku mantap memilih pilihan itu yang akhirnya telah membuatku
jatuh bangun untuk bertahan selama dua tahun. Aku biarkan celotehan-celotehan
diluar sana biar menjadi sebuah simfoni yang indah biarpun itu mengada-ngada
pastinya. Toh, akhirnya aku mampu melewati itu semua dengan proses yang cukup
indah, dalam keadaan sehat dan tanpa cacat sedikitpun.Aku mampu membangunnya dngan cukup baik.
Pagi itu matahari benar-benar membangkitkan
tubuh ini. Wow, mejaku yang tidak begitu luas ini serasa penuh nyawa. Entah darimana
perasaan itu hadir sejak aku membuka pintu lebar-lebar untuk pertama kalinya dan
membiarkan udara masuk semaunya. Baru 4 hari dan setumpukan kertas sudah siap
menjadi hidangan terlezatku pagi ini. Ternyata tidak butuh waktu lama untuk
menanti sebuah lamaran. Hahaaa aku tertawa dalam hati dan bersyukur akan semua
ini.
Malam kian menjelang. Mataku benar-benar
terforsir berat hari ini. Terkuras semua energi yang ada untuk menyeleksi semua
lamaran yang masuk. Namun melihat lima amplop yang tersisa, rasa-rasanya aku
tak rela membiarkan pekerjaanku tersisa. Karena perusahaan yang baru berdiri
ini adalah segala tetes keringatku sendiri selama dua tahun ini. Aku memang
wanita keras. Itulah yang sering mereka bilang terhadapku. Aku yakin dapat
menyelesaikan masalah penyeleksian ini malam ini juga. Meskipun sebenarnya aku
harus berbohong pada dia bahwa aku telah dalam perjalanan pulang. Dia memang
tidak suka kalau aku terlalu keras bekerja. Tapi inilah aku. Dan ponsel
pintarku tak berbunyi lagi.
Ahh... akhirnya lembar kertas
terakhir. Aku akhirnya bisa bernafas lega meskipun masih harus membaca isinya. Ya,
ini yang terakhir! Dan aku dibuatnya terpaku. Kertas itu membuat dadaku menohok.
Ponsel ku berdering...
“Hallo...,” suara dari sana.
Aku belum merespon.
“So, Yes or No?”
Pertanyaan itu membuat bulu
kudukku merinding.
“Yes, I do”
#13HariNgeblogFF
Overall, bagus neh alur ceritanya. Kontennya juga mudah dimengerti. Ngomong2 kalo thematic structurenya lebih diperluas asyik juga kali ya hehe,
BalasHapusthematic structure? apaan tuh? -,p- ga ngerti..
BalasHapus