Sepotong Kue Kacang Punya Cerita -2
Sekitar 2008 silam di sebuah
Kos-kosan di Kota Bogor...
Untuk kedua kalinya aku bertemu
kue ini. Kue kacang yang sempat membuatku terbingung-bingung. Bagaimana kue
sesederhana itu bisa di terima doleh lidahku yang manja ini. Tapi kue kacang
yang kali ini ku temukan sedikit agak berlevel. Bagaimana bisa? Karena aku
menemukan kue itu sekarang dalam nuansa selesai Idul Fitri. Libur Idul Fitri
telah usai dan kami pun para anak kos kembali ke tempat peradaban baru kami,
menjadi anak kos kembali. aku sendiri membawa beberapa kue andalan rumahku
yaitu beberapa kue kering berbentuk bunga, kue keju dan kue putri salju.
Meskipun kue terfavoritku hanyalah kue keju, tapi kue yang lainnya tetap aku
bawa untuk teman-teman kos-kosanku. Teman kos-kosanku pun menyambut baik
seluruh kue yang ku bawa. Alhamdulillah, tidak ada yang sia-sia.
Ketika siang menjelang sore,
ketika aku sedang berada di kamar teman
sebelahku yang sama-sama sedang tiidak ada jadwal kuliah, teman kamarku yang
bernomor 5 datang (aku sendiri kamar bernomor 8). Ia datang menhampiri kami
yang sedang asik menonton dengan membawa beberapa kue lebarannya. Satu toples
kecil berisi kue keju yang begitu menggugah lidahku dan satu toples ukuran 3x
lebih besar dengan toples keju yang terisi oleh kue berbentuk bulatan
berhiaskan kuning telur dan potongan kacang (saat itu aku benar-benar lupa
dengan bentuk kue kacang karena berbeda sekali dengan kue kacang yang ku temui
sewaktu di rumah Lia). Setelah menyantap beberapa kue keju aku pun ditawarinya
untuk mencoba kue kacang buatan Ibunya. Dan ternyata... aku langsung terhipnotis
lagi. Sama seperti pada awal aku merasakan kue kacang. Rasanya sama. Yang
berbeda hanya levelnya sedikit lebih tinggi dari yang dulu. Kue kacang yang
pertama ku dapatkan berasa dari tempat biasa dengan bungkusan biasa serta dari
keluarga yang sederhana. Sedangkan kue kacang yang kedua ini, aku dapatkan dari
buatan seorang ibu ahli ekonomi, dari keluarga yang benar-benar mapan. Namun
rasanya tetap sama. Bahkan kue yang berasal dari tempat yang lebih tinggi
rasanya tetap sama dengan kue yang aku temukan di tempat yang biasa-biasa saja.
Setelah mencicipi kue kacangnya, ia meninggalkan toples penuh kue kacangnya itu
di kamar Sera (kamar no. 7). Rasa senang dan bahagia menghampiri aku,
mendapatkan kue kacang yang enak untuk teman menonton. (Meskipun sedikit agak
lebay, tapi ini memang kenyataan karena dibandingkan teman-temanku yang
lainnya, aku termasuk anak kos yang sangat sederhana dan tidak selalu
berkecukupan).
Rasa yang nikmat bukan berasal
darimana tangan itu berasal, tapi darimana bahan-bahan itu diperoleh dan dimana
keikhlasan sang pembuatnya bisa masuk ke dalam kue yang sedang ia buat. Serta
kesabaran dalam membuatnya agar kue itu semakin menawan. Dan butuh rasa jujur
dan ikhlas juga dalam mencicipinya. Bilakah hidupmu bisa seperti itu? Thanks
Kaira! J
Komentar
Posting Komentar